Tambangnews.id|Kementerian ESDM mengingatkan Rencana Kerja Anggaran dan Belanja (RKAB) sebagai persyaratan wajib bagi badan usaha yang ingin mengekspor komoditas tambang, termasuk timah. Penerapan wajib RKAB tersebut dianggap bisa mencegah praktik perdagangan timah ilegal.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara pada Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan. "Jangan sampai pengusaha menambang 1000 ton tapi ekspor 1.500 ton. Dari mana sisanya?" kata Ridwan dalam diskusi virtual, Senin (13/12).
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Ridwan mengingatkan pentingnya menerapkan penambangan timah nasional secara berkelanjutan. Apalagi cadangan timah hanya tersisa untuk 25 tahun ke depan.
"Kami perhitungkan sumber daya timah masih akan ada tahun 2046 jadi 25 tahun dari sekarang angka ini menjadi penting sebagai acuan bersama," ujarnya.
Ridwan mengatakan pemerintah akan fleksibel dalam menyikapi perubahan global yang serba cepat. Sehingga RKAB yang dibuat perusahaan untuk jangka waktu satu tahun, dapat direvisi kembali.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Terutama, bila terjadi perubahan pada sisi harga. "Namun tetap dalam koridor yang memungkinkan. RKAB tetap jadi acuan tapi bisa jadi disesuaikan jika memberikan manfaat," katanya.
Selain itu, dengan sisa umur cadangan sampai 2046, dia mengingatkan supaya tidak hanya segelintir kelompok tertentu saja yang dapat menikmati sumber daya ini. Generasi mendatang punya hak untuk turut menikmatinya. Karena itu, sangat penting menerapkan prinsip keberlanjutan dalam industri timah nasional.
Adapun dari sisi penegakan hukum di sektor pertambangan, Kementerian ESDM juga telah menggandeng pihak kepolisian. Bahkan akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tengah memberikan perhatian khusus kepada industri tersebut. "Secara formal sudah dibentuk satgas penanganan pertambangan ilegal dan juga ada satgas tentang penentuan harga patokan mineral," katanya.
Deputi Direktur Pengawasan Eksplorasi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Andri B. Firmanto, mengatakan pihaknya terus mendorong agar pemanfaatan timah dari segi cadangan dapat seimbang. Sehingga dari sisi hulu hingga hilir dapat diprediksikan.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM sisa cadangan timah yang dimiliki RI hanya sekitar 2,23 juta ton. Sehingga sangat penting untuk mengukur neraca cadangan dari seberapa besar timah yang ditambang dan seberapa besar sisanya yang diolah. "Sekarang RKAB di pusat, jadi kita bisa tahu mana yang tidak punya sumber daya cadangan," katanya.
Berdasarkan Ringkasan Komoditas Mineral yang diterbitkan U.S. Geological Survey pada Januari 2021, Indonesia merupakan negara penghasil timah terbesar kedua di dunia dengan produksi 66.000 ton timah pada 2020. [jat]