KRTNews.id | Berwisata ke Yogyakarta rasanya belum lengkap kalau tidak mengunjungi salah satu objek wisata bangunan yang menjadi salah satu landmark kota Jogja yaitu Tugu Jogja.
Tugu Jogja berdiri di tengah perempatan Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Margo Utomo, Jalan AM Sangaji, dan Jalan Diponegoro.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Awal mulanya tugu ini memiliki nama Tugu Golong Gilig. Akan tetapi, di masa sekarang lebih dikenal dengan sebutan Tugu Pal Putih.
Sebab didasari penggunaan warna cat putih yang telah digunakan sejak dulu.
Tugu Jogja merupakan penanda batas utara kota Jogja. Mitos dan sejarah yang menyertai tugu ini membuatnya menjadi salah satu keistimewaan yang dimiliki kota Jogja.
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Berikut penjelasan lengkap mengenai sejarah Tugu Jogja beserta nilai simbolis dan mitosnya.
Sejarah Tugu Jogja
Mengutip dari buku Sang Putra Pasifik Mengejar Mimpi oleh Abner Sarlis Tindi. Tugu Jogja didirikan pada tahun 1755 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, satu tahun setelah berdirinya keraton Yogyakarta.
Keberadaan tugu Jogja memiliki nilai simbolis sebagai patokan arah sultan bermeditasi menghadap gunung Merapi. Oleh sebab itu, pembangunan tugu ini mengikuti arah garis imajiner antara Gunung Merapi, Tugu, Keraton dan Laut Selatan.
Bangunan tugu saat awal mula dibangun. Tiangnya berbentuk silinder (gilig) yang mengerucut sampai atas, sementara puncaknya berbentuk bulat (solong) dengan ketinggian 25 meter dan disebut dengan Golong Gilig yang menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti (pemersatu rakyat dan penguasa).
Keberadaan Tugu Jogja ditujukan membangkitkan semangat persatuan dalam melawan penjajah pada masa itu seperti dikutip dari laman dinas pariwisata Kota Jogja.
Namun, pada 10 Juni 1867 terjadi bencana alam gempa bumi yang meluluhlantakkan Yogyakarta, yang membuat bangunan tugu runtuh. Rusaknya tugu mengakibatkan kondisi transisi makna persatuan tidak tercermin dalam bangunan tugu.
Dikutip dari laman Si Bakul Jogja, ada tahun 1889, bangunan tugu direnovasi oleh pemerintah Belanda. Bangunan Tugu, dibuat dengan bentuk persegi dan setiap sisinya diukir juga seperti semacam prasasti yang menampilkan siapa saja yang terlibat.
Bagian puncak tugu tidak lagi berbentuk bulat dan ketinggian bangunan Tugu juga ikut terpangkas sebanyak 10 meter lebih rendah dari tugu tinggi tugu sebelumnya, tinggi tugu menjadi 15 meter. Sejak saat itu, Tugu Golong Gilig berubah nama menjadi De Witt Paal atau Tugu Pal Putih
Perombakan bangunan tugu merupakan siasat pemerintah Belanda untuk melemahkan persatuan antara rakyat dan raja. Namun, siasat tersebut segera disadari dan di gagalkan oleh rakyat Jogja. Tak lama setelahnya, Tugu Pal Putih diresmikan oleh Sri Sultan HB VII pada tanggal 3 Oktober 1889.
Tugu Jogja memiliki keunikan berupa simbol-simbol, diantaranya kering (Hasta Karya), panah, daun "waru", daun loto, bentuk praba, bintang sudut enam, deretan titik, wajik bentuk air tetes. Selain itu, bentuk dari puncak Tugu Jogja berbentuk spiral.(jef)