MAWAKA.ID | Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mencatat posisi utang pemerintah kembali naik hingga akhir Juli 2022. Berdasarkan dokumen APBN Kita, pada akhir Juli 2022 posisi utang pemerintah sebesar Rp 7.163,12 triliun.
Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut naik Rp 39,5 triliun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir Juni 2022 yang sebesar Rp 7.123,62 triliun.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 37,91%. Angka tersebut turun dibandingkan dengan rasio utang pada akhir Juni 2022 yang sebesar 39,56%.
Kepala Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, utang pemerintah terus bertambah dikarenakan untuk membiayai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di mana sebagian digunakan untuk membiayai pembangunan dan sebagian lagi untuk belanja rutin.
"Termasuk stimulus selama pandemi dan untuk biaya kesehatan serta penanggulangan pandemi Covid-19," ujar Damhuri, Senin (15/8).
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Sektor Keuangan Jadi Game Changer Pembangunan Indonesia
Namun jika dilihat dari rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 37,91%, Damhuri menilai bahwa angka tersebut masih relatif aman.
Dirinya juga membandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filiphina yang rasio utangnya sudah di atas 60%.
"Jelas Indonesia termasuk yang aman. Best practice-nya sepanjang rasio utang terhadap PDB masih di bawah 60% masih tergolong aman," katanya.
Meski begitu, Damhuri mengingatkan pemerintah untuk lebih berhati-hati. Pasalnya apabila perekonomian Indonesia mengalami resesi yang dalam, maka penerimaan akan turun dan kemampuan pemerintah untuk membayar utang akan menjadi terbatas. Namun untuk saat ini, resiko ekonomi Indonesia masuk ke dalam resesi masih relatif kecil.
Senada dengan Damhuri, Pengamat Ekonomi Indigo Network Ajib Hamdani menilai bahwa utang pemerintah secara rasio juga masih dalam kategori aman, mengingat kemampuan bayar juga masih cukup baik. Hal ini dikarenakan potensi ekonomi dan PDB Indonesia masih bisa meningkat.
Menurut Ajib, potensi hilirisasi ekonomi juga akan memperkuat pondasi perekonomian Indonesia serta bisa memberikan nilai tambah yang positif terhadap perekonomian.
"Tapi, memang idealnya rasio kredit ini bisa terkontrol dengan baik dan tidak melebihi 40% dari PDB. Utang masih manageable (terkendali), tetapi pemerintah harus lebih fokus untuk hutang yang produktif," tandasnya. [jat]