MAWAKA.ID | Pemerintah akan melakukan penyesuaian skema semibansos pada Program Kartu Prakerja menjadi skema normal pada 2023.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, program Kartu Prakerja akan lebih difokuskan pada bantuan peningkatan skill dan produktivitas angkatan kerja.
Baca Juga:
Bersama Timpora Kantor Imigrasi, Pemerintah Kota Bekasi Siap Awasi Pergerakan Warga Asing
"Program Kartu Prakerja akan lebih fokus pada peningkatan kompetensi angkatan kerja sebagaimana konsep awal program ini dicanangkan sebelum era pandemi Covid-19,” kata Airlangga dalam Rapat Komite Cipta Kerja di kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Dalam rapat tersebut, para anggota komite sepakat untuk memulai skema normal pada tahun depan dan akan melanjutkan skema semibansos hingga akhir 2022 dengan besaran bantuan pelatihan dan insentif sama dengan sebelumnya.
"Pemerintah akan menambah anggaran sebesar Rp 5 triliun dengan target 1,5 juta orang," ujar Airlanga selaku Ketua Komite Cipta Kerja.
Baca Juga:
Menko Marves Sebut Prabowo Umumkan Susunan Kabinet 21 Oktober
Melalui Program Kartu Prakerja, peserta nantinya diberikan bantuan biaya pelatihan secara langsung dan insentif dengan ragam pelatihan skilling, reskilling, dan upskilling.
Airlangga menyebutkan, dengan memanfaatkan program Kartu Prakerja maka peserta dapat membuka lapangan pekerjaan baru.
Guru Besar Universitas Pancasila, Prof Sri Widyastuti mengatakan, program Kartu Prakerja dapat meningkatkan keterampilan peserta dan membuka lapangan pekerjaan baru.
"Bantuan berupa pelatihan keterampilan melalui program kartu prakerja berpotensi menciptakan pekerjaan dan bisnis baru serta Masyarakat memiliki daya nalar dan kreativitas, ketika dikasih bantuan berupa pelatihan, ide, kreativitas dan gagasan itu bisa muncul," ujar Sri
Tercatat pada, Kartu Prakerja telah memberikan manfaat bagi 3,46 juta penerima dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan total penerima sejak awal pelaksanaan program hingga mencapai 14,9 juta penerima.
Sebanyak 53,6 persen di antaranya berasal dari 212 kabupaten/kota target penurunan kemiskinan ekstrem serta mencakup calon pekerja migran Indonesia (PMI). [jat]