MAWAKA ID | Penerapan pajak karbon ditunda. Semula kebijakan tersebut bakal diberlakukan mulai Juli 2022. Namun, pemerintah masih mematangkan peraturan pendukungnya bersama seluruh kementerian/lembaga terkait, termasuk Kementerian Keuangan.
Proses penyempurnaan peraturan pendukung tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk pengembangan pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contributions (NDC), kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi.
Baca Juga:
PLN Indonesia Power Dukung Target NDC Lewat Perdagangan Karbon
Proses pematangan skema pasar karbon termasuk peraturan teknisnya, yang sistemnya akan didukung oleh Pajak Karbon, masih membutuhkan waktu.
"Oleh sebab itu, pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 ini," tulis keterangan Kementerian Keuangan, Jumat (24/6/2022).
Pajak Karbon tetap akan dikenakan pertama kali pada badan yang bergerak di bidang PLTU batubara dengan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi pada tahun 2022 sesuai amanat UU HPP.
Baca Juga:
Lewat Perdagangan Karbon, PLN Indonesia Power Dukung Target NDC
Pajak Karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.
1. Pemerintah fokus jaga ekonomi nasional dan risiko global
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menyatakan perekonomian nasional tengah menghadapi risiko global yang membayangi pemulihan. Makanya, mereka ingin fokus menjaga proses pemulihan dari efek dari ekonomi dunia yang sedang goyah.
"Saat ini, fokus utama pemerintah adalah menjaga perekonomian nasional dari rambatan risiko global yang salah satunya adalah peningkatan harga komoditas energi dan pangan global seiring terjadinya perang di Ukraina yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik," katanya.
Dengan perkembangan tersebut, lanjut dia, pemerintah memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri, termasuk memberikan subsidi dan berbagai bentuk perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari dampak kenaikan harga.
APBN sebagai peredam guncangan (shock absorber) menjadi instrumen sentral dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari dampak kenaikan harga pangan dan energi global.
2. Penerapan pajak karbon tetap menjadi target pemerintah
Pemerintah, dijelaskannya juga tetap menjadikan penerapan pajak karbon pada 2022 sebagai capaian strategis (deliverables) yang menjadi contoh dalam pertemuan tingkat tinggi G20.
"Termasuk bagian dari deliverables ini, pemerintah juga mendorong aksi-aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, diantaranya melalui mekanisme transisi energi (Energy Transition Mechanism/ETM) yang di satu sisi mempensiunkan dini PLTU Batubara (phasing down coal) dan di sisi lain mengakselerasi pembangunan energi baru dan terbarukan (EBT) dengan tetap mempertimbangkan dampak sosial dan ekonominya," ujar Febrio.
3. Target emisi nol bersih dicapai pada 2060
Pemerintah terus menguatkan upaya penanggulangan perubahan iklim dalam rangka melaksanakan komitmen jangka pendek, menengah, dan panjang.
Pemerintah telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam kerangka komitmen yang telah ditetapkan NDC sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Dalam jangka panjang, di tahun 2021, pemerintah telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (Long-Term Strategy For Low Carbon Climate Resilience/LTS-LCCR) di tahun 2050 dan target Emisi Nol Bersih (Net Zero Emission) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
"Pemerintah memiliki target mitigasi perubahan iklim yang jelas dalam jangka pendek hingga panjang. Untuk mencapai berbagai komitmen tersebut, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya yang dibutuhkan termasuk melalui bauran kebijakan (policy mix). Upaya ini juga terus diakselerasi untuk dapat mencapai target penanggulangan perubahan iklim lebih cepat," jelasnya.
Dari sisi pendanaan, Pemerintah telah menggunakan skema belanja Pemerintah (APBN/APBD) maupun sumber-sumber pendanaan lainnya. Untuk lebih mendorong penguatan kapasitas pendanaan terkait iklim, Pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di mana pungutan atas karbon termasuk di dalamnya.
Pemerintah bersama DPR juga menerbitkan UU No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang di dalamnya termasuk mengatur mengenai kebijakan Pajak Karbon. [jat]