MAWAKA ID | Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini atau Risma merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait indikasi penyaluran bantuan sosial atau bansos tak tepat sasaran yang berpotensi merugikan negara senilai Rp 6,93 triliun tahun 2021.
Menurutnya, temuan itu muncul karena BPK mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang belum diperbaiki, yakni pada Oktober 2020.
Baca Juga:
Kementerian Sosial Berencana Kembangkan Kampus II Poltekkesos
Sementara itu, DTKS diperbaiki mulai Desember 2020, tepat setelah Risma diangkat menjadi Mensos.
Saat itu ia menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk menandakan nama warga miskin.
"Kami baru bisa menyelesaikan (perbaikan DTKS) pemadanan NIK itu pada bulan April 2021. Karena itu, BPK menemukan angka Rp 6,9 triliun (bansos tidak tepat sasaran)," ujar Risma saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (6/6).
Baca Juga:
Polresta Sidoarjo: Unit PPA Raih Penghargaan dari Menkesos atas Penanganan Kasus Kekerasan
Risma juga mengatakan temuan tersebut muncul dalam laporan BPK karena pihaknya tak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan.
BPK, kata Risma, baru meminta Kemensos memberikan penjelasan dalam kurun waktu empat hari setelah laporan itu muncul.
"Biasanya kalau ada temuan BPK, kami memberikan jawaban terlebih dahulu. Ini kami belum berikan jawaban, tapi laporannya sudah keluar," kata politikus PDIP itu.
Risma mengaku sudah menyerahkan dokumen jawaban kepada BPK yang menunjukkan bahwa bansos Rp 6,9 triliun itu benar-benar disalurkan dan ada penerimanya.
"Sudah kita cek juga bersama BPK ke lapangan di Jabodetabek dan itu semua clear," kata Risma.
BPK dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021 menyebutkan bahwa penetapan dan penyaluran bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako alias Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 6,93 triliun.
Temuan itu muncul karena Kemensos menyalurkan ketiga program bansos tersebut kepada:
1. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan usulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
2. KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
3. KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
4. KPM yang sudah dinonaktifkan.
5. KPM yang dilaporkan meninggal.
6. KPM bansos ganda.
"Akibatnya, penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun," kata BPK dalam dokumen yang diteken Ketua BPK pada Maret 2022. [jat]