WahanaNews-Martabat, Tarutung - Keberangkatan sekitar total 241 kepala desa (Kades) se-Kabupaten Tapanuli Utara guna mengikuti kegiatan studi tiru, menuai beragam kontroversi.
Ketua DPC SPRI Tapanuli Utara menilai keberangkatan para kades Se-Tapanuli Utara ke Pulau Jawa diduga cuma berkedok studi tiru.
Baca Juga:
Hakim Konstitusi Dr Daniel Yusmic Foekh SH M.Hum berikan ceramah Hukum
Lamhot menganggap studi tiru para Kades hanya bagian dari yang tidak prioritas, padahal lebih efektif bila penggunaannya sesuai program pemerintah pusat termasuk prioritas alokasinya untuk kesejahtetaan segenap masyarakat desa.
Kesejahteraan itu, menurut Lamhot adalah upaya peningkatan perekonomian masyarakat seperti penanganan kesehatan bagi masyarakat dan penanggulangan ketahanan pangan secara lebih serius.
Pemberdayaan berupa pemulihan ekonomi masyarakat desa yang berkesinambungan dan berkelanjutan jauh lebih penting daripada cuma sekedar pelesiran ke Pulau Jawa.
Baca Juga:
Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin Milik Takim CS Seakan akan Kebal Hukum
Apalagi daerah yang dikunjungi itu Pulau Jawa, yang sama sekali baik secara geografis ataupun kultur masyarakatnya sangat jauh berbeda dengan Kabupaten Tapanuli Utara.
Pulau Bali itu kita tahu merupakan daerah pariwisata sudah bertaraf internasional, sedangkan Tapanuli Utara ke depannya sering digadang-gadang malah akan menjadi salah satu penyanggah kawasan ekonomi khusus wilayah Indonesia Bagian Barat.
Dengan sasaran utama yaitu pengembangan sektor industri, sentra pengolahan komoditi dan global HUG pelabuhan laut internasional.
Di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat 241 Desa dan 11 Kelurahan, dan dari informasi yang dihimpun bahwa keberangkatan dalam rangka studi tiru ini terbagi atas beberapa gelombang.
Untuk para kades, kemudian BPD, selanjutnya bagi para sekretaris desa, perangkat desa, dan juga TP-PKK.
Yang pertama berangkat para kades yaitu pada Minggu 14 September 2023 ini, dengan besaran anggaran Rp13.000.000/peserta.
Masa Jabatan Kades
Masih menurut Lamhot, keberangkatan para kades ke Pulau Jawa malah lebih terkesan semacam liburan saja guna menghabiskan DD dan mencocok-cocokkan pos pengalokasian Dana Desa 2023, sehingga atas hal tersebut perlu dipertanyakan.
Apalagi situasi negara secara nasional saat ini sedang mengalami keprihatinan sehubungan dengan tahun politik, dalam waktu dekat akan melaksanakan pemilihan umum secara serentak.
Terpisah media ini mengkonfirmasi guna mengetahui berapa jumlah anggaran BIMTEK Kepala Desa se Tapanuli Utara selama 7 tahun, soal agenda studi tiru itu kepada Kadis PMD dan pihak Papdesi.
Dalam penjelasannya baik Kadis maupun pihak Apdesi mengatakan bahwa keberangkatan untuk kepala desa satu tahap 13.000.000 × 421 = Rp3.143.000.000. Untuk perangkat lainnya belum tahu kapan dan berapa jumlah dana dihabiskan, Kepala Desa Se-Tapanuli Utara empat kali berangkat.
Sementara itu, menjawab pertanyaan, melalui WhatsApp, salah seorang kades di Kecamatan Siborongborong membenarkan keberangkatan tersebut.
Kades yang enggan menyebut namanya itu pun sempat mengurai tentang besaran biaya kontribusi keberangkatan, yaitu Rp13.000.000/Kades.
Ironisnya, walapun setiap tahunnya BIMTEK Pemerintah Desa dan dan Kaur Desa, BPD sejak bergulirnya Dana Desa pihak Aparat Penegak Hukum tidak pernah mengusik terkait penggunaan dana Bimtek.
Bukan terkait keberangkatan studi tiru saja yang perlu ditelisik, diduga ada banyak pemyimpangan lain yang terindikasi bisa menjadi penyebab terjadinya suatu penyalahgunaan wewenang dalam jabatan itu sendiri.
Termasuk pula terhadap pihak yang paling bertanggung jawab dalam penerbitan Perbup ataupun pejabat ASN eselon dibawahnya sebagai pelaksana, karena para kades itu sendiri selalu menjadikan Perbup sebagai landasan hukum utama sewaktu mereka mengambil dan mengeluarkan sebuah kebijakan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]