WahanaNews-Martabat | Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menepis anggapan bahwa penghentian ekspor bahan mentah untuk nikel hanya menguntungkan segelintir pihak dan menegaskan bahwa bagian dari kebijakan hilirisasi industri pertambangan itu memberi manfaat bagi negara.
Saat membuka Muktar XVIII Pemuda Muhammadiyah di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (22/2/2023) Presiden menjelaskan bahwa negara mendapatkan banyak penerimaan dari lonjakan nilai perdagangan nikel yang sebelumnya hanya Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun pada 2022 setelah larangan ekspor mentah diberlakukan.
Baca Juga:
Kemendag: Seluruh Komoditas Produk Pertambangan yang Dikenakan Bea Keluar Alami Penurunan Harga
"Dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun itu negara akan mendapatkan berlipat-lipat dari pajak perusahaan, dari pajak karyawan, dari royalti, dari penerimaan negara bukan pajak/PNBB, dari bea ekspor. Kita akan dapat, dapat, dapat itu," kata Jokowi dalam acara yang disiarkan di kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden itu.
Dari pos-pos penerimaan negara tersebut, lanjut Presiden, ditransfer ke daerah-daerah untuk menjadi Dana Desa maupun bantuan sosial.
Jokowi mengibaratkan bahwa hilirisasi industri pertambangan itu seperti membuat sebuah ekosistem yang dapat menghasilkan telur.
Baca Juga:
'Jatah' IUPK Tambang dari Jokowi Diterima Muhammadiyah, Ini Kata Kementerian ESDM
"Dan sudah bertelur mereka, telurnya tinggal kita ambil. Inilah konsep besarnya seperti itu. Jadi jangan sampai ada yang berpendapat 'Pak yang dapat kan perusahaan besar'. Bukan. Kita pun negara mendapatkan itu dari yang tadi saya sampaikan, pajak, PNBB, bea ekspor," ujarnya.
Presiden mengingatkan bahwa Indonesia harus memperoleh nilai tambah yang berkali-kali lipat dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki, termasuk komoditas pertambangan.
"Jangan sampai kita sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan beratus tahun sejak VOC yang kita ekspor itu selalu bahan mentah, selalu raw material, sehingga nilai tambahnya kita tidak punya," kata Jokowi.