Instrumen NEK lainnya yang berhasil diimplementasikan PLN ialah uji coba perdagangan karbon nasional di PLTU Tanjung Jati B dan 25 PLTU lainnya. Langkah itu diganjar Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Tahun 2021 Kategori C: Penurunan dan Perdagangan Emisi Karbon di Pembangkit Listrik.
Didi menjelaskan, PLN telah melakukan uji coba perdagangan karbon nasional melalui dua skema, yaitu perdagangan kuota emisi dan pengimbangan emisi. Perdagangan emisi terjadi antara pembangkit yang melebihi emisi dengan pembangkit yang memiliki alokasi emisi yang tidak terpakai.
Baca Juga:
Soal Penahanan Ijazah Karyawan, Kemenkumham Nilai Perlu Regulasi Isi Kekosongan Hukum
“Adapun pengimbangan emisi dilakukan oleh PLTU dengan membeli kredit karbon atau sertifikat penurunan emisi yang dihasilkan oleh suatu aksi mitigasi perubahan iklim,” ucapnya.
Hingga saat ini, PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi (kredit karbon) sejumlah 7,9 juta ton CO2e dan memasarkan kredit karbon tersebut pada pasar karbon internasional maupun nasional.
Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat salah satunya dengan mendorong sektor energi melalui transisi energi nasional. Implementasinya berupa penghapusan secara bertahap dari operasionalisasi PLTU batu bara dan subsidi dengan pengembangan energi secara besar-besaran dari energi baru terbarukan (EBT).
Baca Juga:
Makanan Terbuang RI Rp550 Triliun per Tahun, Cukup Buat Makan 125 Juta Orang
KLHK telah membahas dan mendapatkan masukan dari kementerian dan lembaga terkait dan pemangku kepentingan untuk melengkapi dan menyempurnakan konsep peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggaraan NEK. Selain itu, KLHK juga mengembangkan berbagai macam modalitas dan sistem pendukung untuk memastikan penyelenggaraan NEK dapat berlangsung dengan tepat, efektif dan efisien.
“Sistem pendukung tersebut di antaranya strategi dan peta jalan mitigasi, dan peta jalan adaptasi perubahan iklim, sistem inventori Gas Rumah Kaca (GRK), Sistem Registri Nasional (SRN), sistem informasi data indeks kerentanan, program kampung iklim, dan program maupun sistem pendukung lainnya,” papar Laksmi.
Tentunya, program dan sistem pendukung ini akan terus dikembangkan dan akan terus disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan tantangan serta strategi ke depan. Oleh karena itu, KLHK membutuhkan banyak dukungan agar seluruh upaya ini bisa mencapai kondisi yang diharapkan.