Berkatnews.id | Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menanggapi wacana kenaikan tarif angkutan penyeberangan oleh pemerintah sebesar 11,79 persen.
Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, menyebutkan kenaikan tarif ini mesti memperhatikan keadilan pengguna angkutan penyeberangan sebagai konsumen.
Baca Juga:
Kritik Pedas YLKI: Kebijakan Harga Tiket Taman Nasional 100-400% Justru Bunuh Minat Wisatawan
Agus mengatakan, pada dasarnya angkutan penyebrangan merupakan wujud pelayanan publik. Karenanya, menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan asas aksesbilitas dengan kualitas baik, berikut keterjangkauan tariff atau afordabilitas.
“Demi mengedepankan aspek safety, maka diperlukan struktur tarif yang adil, baik adil bagi operator dan atau adil bagi konsumen,” kata Agus, pada Senin, 19 September 2022.
Adapun keadilan bagi konsumen sebagai pengguna angkutan penyeberangan, kata Agus, adalah aspek kemampuan membayar atau ability to pay dan aspek kemauan membayar atau willingness to pay.
Baca Juga:
Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat Viral, YLKI Tegaskan Pentingnya Pengawasan Ekstra
Kedua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dan saling berkelindan. “Tapi aspek ability to pay pada konsumen sangat urgen dan krusial,” ujar Agus.
Terlebih saat ini daya beli konsumen menurun pasca kenaikan harga BBM dan harga sejumlah kebutuhan. Oleh karena itu, menurut Agus, kenaikan tarif angkutan penyeberangan harus dilandaskan pada kajian yang representatif untuk melihat aspek ability to pay dan willingness to pay.
“Tanpa kajian tersebut maka menjadi tidak adil dan bahkan dari sisi kebijakan publik menjadi cacat proses,” kata dia.
Sementara dari sisi willingness to pay, para pelaku usaha angkutan penyeberangan harus mampu menjaga dan menjamin standar pelayanan yang jelas dan terukur. Karena itu, Agus mengatakan perlu ada pengawasan yang ketat oleh regulator.
Agus sepakat eksitensi angkutan penyeberangan harus dijaga. Sedangkan aspek terpenting dalam menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan dimaksud adalah dengan tarif, yang dibebankan pada konsumen. Baik konsumen individual maupun konsumen korporasi.
Untuk mengakomodasi aspek tersebut di tengah menurunnya daya beli konsumen, kata Agus, maka jalan terbaik yang ideal adalah regulator memberikan dana PSO (public service obligation) kepada pihak operator atau pelaku usaha angkutan penyeberangan.
Harapannya agar beban biaya atau tarif tidak seluruhnya dibebankan pada pengguna angkutan penyeberangan atau konsumen.
“Di sisi lain, pelaku usaha angkutan penyeberangan juga tidak mengalami beban kerugian akibat struktur tarif yang masih di bawah biaya pokok,” kata dia. [jat]