Berkatnews.id | Salatiga disebutkan menjadi daerah/kota dengan skor toleransi tertinggi di Indonesia, di atas Singkawang dan Manado.
Hasil tersebut merupakan laporan Indeks Kota Toleran 2020 yang dirilis oleh Setara Institute.
Baca Juga:
Muhaimin Iskandar Kritik Salam Dua Jari Jokowi dan Iriana dari Mobil Presiden
Dalam laporan itu terdapat 10 kota dengan skor toleransi tertinggi. Berikut perinciannya:
Salatiga (skor 6,717), Singkawang (6,450), Manado (6,200), Tomohon (6,183), Kupang (6,037), Surabaya (6,033), Ambon (5,733), Kediri (5,583), Sukabumi (5,546), dan Bekasi (5,530).
Setara Institute diketahui merupakan lembaga independen yang fokus pada demokrasi, hak asasi, dan keberagaman.
Baca Juga:
Jokowi Minta Pelayanan Kesehatan di RSUD Salatiga Terus Diperbaiki
Lantas, apa yang menjadi indikator toleransi tertinggi?
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan, indeks ini dibuat dengan dasar bahwa semua masyarakat Indonesia memiliki sifat toleran.
"Indeks Kota Toleran itu didasari keyakinan bahwa masyarakat Indonesia itu toleran, tinggal yang membedakan satu kota dengan yang lain itu mengenai tata kelola," ujar Halili, Selasa (2/3/2021).
Dalam indeks yang dibuat Setara Institute tersebut, Kota Salatiga menduduki posisi pertama sebagai kota paling toleran di Indonesia.
"Dalam studi kami, Salatiga merupakan miniatur Indonesia yang mencerminkan keberagaman Indonesia," tutur Halili.
Data kota toleran
Terdapat total 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia yang menjadi obyek kajian dalam studi Setara Institute.
Adapun untuk kota-kota administratif di DKI Jakarta, studi ini menggabungkannya menjadi satu unit.
Halili menjelaskan bahwa kota administratif tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peraturan daerah.
Penilaian dalam studi ini menggunakan skala dengan rentang nilai 1 sampai 7.
Angka 1 adalah nilai untuk situasi paling buruk pada masing-masing indikator untuk mewujudkan kota toleran, sedangkan 7 adalah nilai untuk situasi paling baik pada masing-masing indikator.
Dalam Indeks Kota Toleran 2020, terdapat 10 kota dengan skor toleransi tertinggi, meliputi:
- Salatiga dengan skor 6,717
- Singkawang dengan skor 6,450
- Manado dengan skor 6,200
- Tomohon dengan skor 6,183
- Kupang dengan skor 6,037
- Surabaya dengan skor 6,033
- Ambon dengan skor 5,733
- Kediri dengan skor 5,583
- Sukabumi dengan skor 5,546
- Bekasi dengan skor 5,530
Indikator kota toleran
Setara Institute melakukan pembobotan dengan persentase yang berbeda untuk tiap skor akhir.
Halili menjelaskan bahwa yang menjadi sorotan penilaian ini adalah bagaimana regulasi dan kebijakan yang diterapkan pemerintah di suatu kota.
"Variabel utamanya regulasi pemerintah baik dalam bentuk perencanaan dan kebijakan ya," kata Halili.
Adapun indikator dan pembobotan persentasi penilaian kota toleran, meliputi:
- Rencana pembangunan sebanyak 10 persen
- Kebijakan diskriminatif sebanyak 20 persen
- Peristiwa intoleransi sebanyak 20 persen
- Dinamika masyarakat sipil sebanyak 10 persen
- Pernyataan pejabat publik di pemerintah kota tindakan nyatanya sebanyak 15 persen
- Heterogenitas agama sebanyak 5 persen
- Inklusi sosial keagamaan sebanyak 10 persen
Yang dapat dicontoh dari Salatiga
Lebih lanjut, Halili menerangkan bahwa bentuk konkret penerapan regulasi pemerintahan yang toleran dapat dilihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
"Praktik toleransi itu sesuatu yang memang diagendakan secara sistematis, direncanakan secara sistematis, bahkan tertuang dalam dokumen pokok di kota itu dalam lima tahun, dalam bentuk RPJMD," jelas Halili.
Berdasarkan studi dalam Indeks Kota Toleran, Halili menilai bahwa Salatiga memiliki RPJMD dengan kualitas yang jauh lebih baik dibanding kota lain pada aspek toleransi.
Ia mencontohkan, RPJMD dalam bentuk besaran alokasi anggaran kerukunan antarumat beragama. Anggaran ini, misalnya, dapat digunakan untuk membantu pengembangan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
"Karena kalau ada konflik misalnya, FKUB salah satu yang bisa memerankan mediasi dan memfasilitasi. Salah satu bentuk konkret alokasi anggaran untuk kerukunan antarumat beragama itu," katanya lagi.
Sikap pejabat publik
Dalam indikator penilaian kota toleran, terdapat penilaian atas pernyataan pejabat publik di pemerintahan kota dan tindakan nyatanya sebesar 15 persen.
Halili mengatakan bahwa apa yang diucapkan pejabat di muka umum dapat memengaruhi publik dan menjadi cermin penanganan terhadap suatu konflik.
"Itu adalah bagaimana tanggapan pemerintah atas peristiwa yang terjadi," katanya.
Mengenai tindakan nyata, Halili mencontohkan respons Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atas aksi terorisme berupa ledakan bom bunuh diri di kawasan Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Jaya Utara, Surabaya, Jawa Timur, pada 13 Mei 2018.
Risma meminta pihak sekolah untuk menghibur dan mendampingi siswa di Surabaya pasca-teror bom.
Halili menjelaskan bahwa terorisme tentu berpengaruh pada tingkat toleransi di kota itu. Maka, ia menilai baik tindakan nyata dan respons Wali Kota Surabaya terhadap peristiwa ini.
Contoh lain, yaitu mengenai ucapan pejabat publik terhadap suatu peristiwa.
Halili mencontohkan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang memastikan semua warga Kota Bekasi mendapatkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Ada penolakan sekelompok masyarakat terkait pembangunan Gereja Katolik Santa Clara. Mereka meminta izin pembangunan gereja dicabut.
"Saya menolak dengan tegas saat itu. Saya bilang di depan mereka, lebih baik kepala saya ditembak daripada saya harus mencabut IMB gereja itu. IMB itu sudah sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Rahmat, 16 Maret 2017.
Halili menilai, pernyataan semacam itu memiliki kekuatan dan dapat mempromosikan semangat toleransi di suatu kota.
"Itu statement yang kuat kan. Yang itu pasti memberikan semangat bagi dinamika praktik dan promosi toleransi di kota yang bersangkutan," imbuh Halili. [jat]