Berkatnews.id | Dalam laporan tahunan yang dirilis oleh SYNC Asia Tenggara, Meta, dan Bain & Company terpampang adanya penurunan tingkat kepuasan belanja online dari kalangan masyarakat di Asia Tenggara khususnya Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.
Khususnya ketika pasca-pandemi, ketika keadaan sudah berangsur pulih dan kegiatan offline kembali dilakukan.
Baca Juga:
NielsenIQ Indonesia: Konsumen Lebih Memilih Belanja Online di 2023
Indonesia juga tercatat sebagai negara yang memiliki paling banyak konsumen yang melakukan pembelian secara digital di Asia Tenggara.
Pertumbuhan konsumen digital
Selama dua tahun terakhir terlihat pertumbuhan konsumen digital di Asia Tenggara dengan jumlah yang cukup signifikan.
Baca Juga:
Tak Kalah Bahaya dari Judi Online, Banyak Warga RI Ketagihan Paylater
Pandemi telah mengakselerasi kegiatan belanja online. Bukan lagi hanya membeli produk seperti gadget dan fashion saja, namun juga groceries seperti sayur, daging, dan ikan.
Tercatat Indonesia menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki sekitar 168 juta orang yang telah melakukan kegiatan belanja secara online.
Jumlah ini cukup meningkat dari tahun lalu sekitar 154 juta. Rentang usia yang banyak melakukan kegiatan belanja online adalah 15 tahun ke atas.
"Adopsi digital di kota tier 3 dan tier 4 terus tumbuh. Hal ini, seiring dengan peningkatan akses ke berbagai opsi pembayaran dan perkembangan logistik infrastruktur, telah membantu untuk lebih memudahkan kegiatan perdagangan," kata Group Chief Economist Sea Limited Dr. Santitarn Sathirathai.
Dalam laporan juga disebutkan, kontribusi rata-rata layanan e-commerce terhadap industri ritel terus tumbuh sepanjang tahun lalu, naik dari 9% pada tahun 2021 menjadi 11% pada tahun 2022 (mewakili pertumbuhan 16%).
Pertumbuhan penetrasi ritel online untuk masing-masing kategori juga diproyeksikan meningkat dari tahun lalu, dengan groceries menunjukkan pertumbuhan terkuat di Asia Tenggara sebesar 29%.
Selama lima tahun ke depan, pertumbuhan kontribusi ritel online untuk setiap kategori di Asia Tenggara diperkirakan akan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar minimal 16%.
Pada tahap evaluasi, online masih bertahan dengan 81% konsumen menyebutkannya sebagai saluran utama mereka untuk membandingkan produk, melihat ulasan, dan melakukan penelitian.
Namun, pada tahap pembelian, pemisah antara online dan offline hampir merata, karena offline masih memainkan peran yang lebih relevan bahkan untuk pembeli digital. 80% konsumen memilih untuk belanja secara online.
Hal menarik lainnya yang juga dicatat dalam laporan ini adalah, tingkat kepuasan konsumen terhadap pengalaman belanja online telah menurun dibandingkan tahun sebelumnya, dengan Net Promoter Score (NPS) dari layanan e-commerce teratas.
Untuk Asia Tenggara secara keseluruhan, rata-rata skor NPS tahun ini mencapai 35%, turun dari 53% tahun lalu.
Pada perincian negara per negara, setiap pasar mengalami penurunan NPS tertinggi—terutama di Indonesia (dari 74% di 2021 hingga 50% pada 2022), Vietnam (dari 65% menjadi 41%), dan Filipina (dari 64% menjadi 43%).24
Di sisi lain ada perubahan yang cukup signifikan terkait dengan kebiasaan masyarakat saat ini. Tahun ini ketika mulai banyak orang yang kembali melakukan kegiatan offline secara rutin, mulai terlihat adanya pergeseran.
Dan ini berpengaruh kepada cara orang berbelanja di Asia Tenggara.
Semakin banyak konsumen menuntut aktivitas belanja terintegrasi dengan pengalaman yang berjalan secara seamless di berbagai kanal secara end-to-end.
Media sosial dan layanan e-commerce menjadi pilihan bagi mereka untuk melakukan pencarian dan menemukan produk, sementara offline adalah masih vital pada tahap pembelian.
Menyimak tren teknologi masa depan
Hal menarik lainnya yang juga dibahas dalam laporan ini adalah, teknologi masa depan di berbagai level kedewasaan pasar di Asia Tenggara. Layanan fintech dan metaverse diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Disusul dengan healthtech dan edtech.
Untuk produk dan layanan fintech yang akan mengalami peningkatan dalam penggunaan di antaranya adalah dompet digital, internet banking, layanan remitansi, Buy Now Pay Later (BNPL), bank digital dan neobank.
Sementara untuk teknologi metaverse produk yang akan semakin dikenal oleh masyarakat di antaranya adalah, cryptocurrency, augmented reality (AR), NFT dan virtual reality (VR).
Sementara untuk layanan healthtech yang akan makin banyak diminati oleh pengguna di antaranya adalah, telemedis, farmasi atau toko kesehatan, health & wellness, dan layanan penyakit kronik.
Untuk edtech ada beberapa produk atau layanan yang bakal menjadi popular, di antaranya adalah, course and management tools, skill-learning, study tools dan online courses.
Indonesia juga terdepan di kurva regional dalam hal adopsi teknologi baru. Meskipun masih dalam tahap awal, metaverse merupakan babak baru dari inovasi teknologi yang memberikan banyak harapan di berbagai negara termasuk Indonesia.
Teknologi terkait metaverse mendapatkan daya tarik di mana sekitar 72% responden Indonesia telah menggunakan teknologi tersebut dalam satu tahun terakhir.
Variasi dalam jenis teknologi terkait Metaverse yang digunakan di negara ini termasuk cryptocurrency (46%), augmented reality (34%), dunia virtual (29%). Ini diikuti oleh NFT dan VR.
Studi ini juga menemukan bahwa Asia Tenggara melihat lebih banyak investasi asing langsung disalurkan ke wilayah ini. Investasi asing langsung menyumbang proporsi yang lebih besar dari total investasi pada tahun 2021, sebesar 17% berbanding dengan 15% di tahun 2015 dan hanya 9% di tahun 2009.
Peningkatan investasi asing yang stabil ini merupakan bukti kepercayaan investor di Asia Tenggara dan mendorong pertumbuhan teknologi baru seperti fintech.
Singapura dan Indonesia menyumbang sebagian besar deal investasi di Asia Tenggara, menguasai hampir 80% pangsa pasar pada H1 2022. Singapura mewakili proporsi yang cukup besar, pada 60% dari total deal pada sebagian tahun ini. [jat]