Berkatnews.id | Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Aziz mengatakan, saat ini sulit untuk melakukan negosiasi ulang dengan pemerintah setempat terkait kenaikan harga penyewaan fasilitas masyair atau layanan wukuf di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) hingga Rp 1,4 triliun untuk penyelenggaraan haji 1443 Hijriah atau 2022.
"Kalau sekarang sudah mepet tidak bisa negosiasi soal harga," kata Aziz dalam wawancara dengan wartawan, pada Jumat (3/6/2022) di Madinah, Arab Saudi.
Baca Juga:
Perjalanan Epik KRI Diponegoro-365: Tiba di Salalah setelah Empat Hari Berlayar
Akan tetapi, Abdul menilai masih terbuka peluang negosiasi untuk penurunan harga fasilitas masyair untuk pelaksanaan haji tahun mendatang.
Caranya adalah dengan melalukan jalur diplomatik atau melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
"Jika terasa mahal, harus ada musyawarah kembali. Apakah akan melakukan pendekatan diplomatik atau bisa melalui OKI atau lainnya," ucap Abdul.
Baca Juga:
Kemnaker Perluas Kesempatan Kerja Nakes RI di Kuwait
Menurut Abdul, penentuan harga penggunaan fasilitas masyair ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi.
Dia mengatakan, kenaikan harga itu ditengarai karena pemerintah Arab Saudi juga menghitung kompensasi bagi berbagai perusahaan yang mengelola fasilitas di Armuzna yang sudah 2 tahun tidak digunakan karena pandemi Covid-19.
"Hal itu jelas jadi pertimbangan harga. Mahal mungkin iya jika dibandingkan dengan tahun sebelum pandemi. Saat pandemi juga mahal. Nanti harus dinegosiasi kembali untuk seluruh jemaah haji," ucap Abdul.
Pada Rabu (1/6/2022) lalu, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf meminta pemerintah Indonesia menyampaikan surat keberatan kepada Pemerintah Arab Saudi terkait kenaikan harga paket masyair. Sebab, angka ini muncul setelah tanda tangan kontrak selesai dilakukan.
"Kami berharap pemerintah bisa menyampaikan rasa keberatannya secara resmi merespons kebijakan Saudi menetapkan harga paket Masyair dengan angka yang kami nilai tidak wajar," kata Bukhori dalam keterangannya.
"Penyampaian surat keberatan tersebut semata-mata untuk menunjukan sikap tegas pemerintah membela jemaah hajinya sekaligus peringatan terhadap Arab Saudi agar di masa mendatang berkomitmen untuk menepati kesepakatan yang telah disetujui bersama,” ujar Bukhori.
Bukhori mengatakan, biaya Masyair senilai Rp 21 juta per jemaah yang pada akhirnya dibebankan pada nilai manfaat dan dana efisiensi membuat proporsi antara distribusi nilai manfaat yang diterima jemaah dengan biaya yang sudah disetorkan menjadi timpang. Sehingga, kata dia, berbahaya bagi keberlanjutan pembiayaan haji.
“Secara proporsi sangat berat jika model pembiayaan seperti ini dipertahankan karena akan mengancam keberlanjutan pembiayaan haji untuk 30 tahun mendatang,” kata Bukhori.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menyepakati besaran rata-rata BPIH 1443H atau 2022 Masehi per jemaah untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 81,7 juta.
Hal itu terdiri dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) atau biaya haji reguler tahun 2022 sebesar Rp 39.886.009 per jemaah dan biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji per jemaah sebesar Rp 41 juta. [jat]