Berkatnews.id | Desa Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, kini tengah bangkit serta menjadi desa yang memiliki daya tarik. Padahal sebelumnya desa ini menyandang predikat sebagai desa miskin.
Perubahan itu dirasakan dalam setahun terakhir. Desa tersebut bahkan sudah menghasilkan pendapatan sekitar Rp500 juta hanya dalam beberapa bulan saja.
Baca Juga:
Langgar Keimigrasian, Imigrasi Pemalang deportasi WNA Asal Mesir
Kepala Desa Bojongnangka, Wahmu, mengatakan desanya masuk dalam kategori miskin di Kabupaten Pemalang. Karena kondisi itu, desanya menjadi salah satu penerima program Satu OPD Satu Desa dari Pemprov Jawa Tengah.
Pada 2020, Desa Bojongnangka menjadi binaan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Tengah. Selama dua tahun, berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat potensi desa, hingga mampu lepas dari jeratan kemiskinan.
“Kenapa kita ada pendampingan dari BKD, karena di Pemalang ada beberapa desa miskin, di antaranya Desa Bojongnangka,” ujarnya, Minggu (15/5/2022).
Baca Juga:
Polres Pemalang Evakuasi Truk Ekspedisi Terbakar di Tol Pemalang
Jumlah penduduk desanya, kata dia, sebanyak 9.600 orang lebih dengan 3.500 kepala keluarga. Hampir 99% bekerja sebagai petani dan buruh tani.
“Kita masih dalam tahap meningkatkan perekonomian, khususnya petani,” kata dia yang dikutip dari jatengprov.go.id.
Produksi Pupuk Organik
Wahmu bercerita pemdes sempat berinisiasi untuk membangun rumah produksi pupuk organik pada 2019. Namun, karena keterbatasan anggaran, pihaknya hanya mampu membeli mesin pencacah sampah.
“Di tahun 2020 itu ada pendampingan dari BKD dan kerja sama Bank Jateng, memberikan bantuan alat pengayak sampah, bangunan rongga untuk fermentasi, tempat sampah, dan becak pengangkut sampah. Nah, saat itu produksi pupuk organik bisa beroperasi,” ungkap Wahmu.
Dari berbagai bantuan alat itu, pihaknya kemudian mengembangkan produksi pupuk organik dan mampu menghasilkan sekitar 1 ton kompos dalam sebulan.
Hasil pembuatan kompos itu tidak dijual belikan, melainkan diberikan ke petani secara gratis untuk membantu mengurangi kebutuhan pupuk.
Keberhasilan mengelola pupuk organik itu kemudian dikembangkan menjadi eduwisata sawah. Selain bisa belajar mengelola pertanian dengan pupuk organik, pengunjung yang datang juga bisa menikmati kuliner khas desa dan berswafoto.
“Sekarang saya mengembangkan menjadi wisata edukasi sawah kita namakan Gatra Kencana. Beberapa daerah datang kesini untuk studi banding, seperti Brebes, Tegal, Pekalongan, dan Demak. Sejak dibuka Desember lalu, kini sudah mampu memberi pemasukan Rp500 juta,” jelasnya.
Seorang petani Desa Bojongnangka, Carmo, mengaku senang desanya telah mampu memproduksi pupuk organik sendiri.
“Senang, karena kalau mau menanam tinggal minta ke Pak Lurah, dan ambil sendiri,” katanya.
Menurut Carmo, pupuk organik tersebut kualitasnya bagus buat tanaman.
“Kalau ditabur itu bisa merata. Hasilnya bagus. Saya punya satu hektare sawah, ditanami padi dan jagung,” tandasnya.
Sebagai informasi, di Jawa Tengah sudah ada 172 desa mendapat pendampingan dari pemerintah provinsi sejak 2019.
Setidaknya, 48 OPD yang terlibat dalam program tersebut dengan berbagai program, mulai dari pemberdayaan, rehab RTLH, jambanisasi, dan lainnya. [jat]