AnugerahNews.ID | Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Sigit Sunarta menjawab sejumlah isu di media sosial yang meragukan kebenaran perjalanan akademik Presiden Joko Widodo di universitas tersebut.
Salah satu isu yang ditangkap, yakni beredarnya foto ijazah kuliah Jokowi di mana tidak tertera nomor registrasi ijazah pada sisi kiri atas.
Baca Juga:
Pemkab Sleman Perbaiki 13 Jembatan untuk Keamanan dan Kenyamanan Masyarakat
Bagi pihak fakultas, foto yang beredar itu cukup membingungkan. Di satu sisi, format, jenis huruf, garis tanda tangan, dan lainnya mirip seperti aslinya.
Tetapi persoalannya, pada salinan ijazah fisik yang dimiliki pihak universitas, tertera nomor registrasi pada sisi kiri atas. Nomor registrasi itu terlihat jelas.
"Saya tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti itu, kok (foto yang beredar di media sosial) enggak ada nomor registrasinya," ujar Sigit.
Baca Juga:
Danrem 042/Gapu- Peletakan Batu Pertama Pembangunan Musholla Ar-Rachmad di Koramil 420-09/Bangko
Sejauh ini, pihak universitas berkesimpulan sementara bahwa foto ijazah Jokowi yang beredar di media sosial itu merupakan hasil fotokopian. Sebab, nomor registrasi ijazah bagi sebagian orang tidak perlu dipublikasikan.
"Mungkin pas ngopi (fotokopi) nomor registrasinya ditutup atau gimana. Jadi kesannya enggak tertera di sana," ujar Sigit.
Ia kemudian membuka nomor registrasi ijazah kuliah Presiden Joko Widodo, yakni 15456. Isu kedua di media sosial yang menurut Sigit perlu diluruskan adalah tuduhan bahwa Joko Widodo tidak pernah mengenyam bangku kuliah di UGM.
Sigit mengatakan, universitas memiliki rekam data yang lengkap tentang mahasiswa bernama Joko Widodo.
Jokowi masuk ke UGM tahun 1980. Jumlah mahasiswa dalam angkatan tersebut sebanyak 80 di mana 8 orang di antaranya adalah perempuan.
Jokowi menempuh pendidikan di UGM selama lima tahun dan lulus pada tahun 1985.
"Berkas-berkas beliau semasa menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan terdokumentasi dengan baik. Mulai dari skripsi, surat bebas pinjaman, bahkan nilai semua ada," ujar Sigit sembari membuka satu bundel dokumen rekam jejak akademik Jokowi.
"Dan ini bukan baru dibuat. Ini benar-benar sudah lama. Lihat saja ini kertasnya sudah menguning begini," lanjut dia.
Selain dua isu itu, sempat muncul juga isu bahwa Jokowi mencuri data-data kemahasiswaan dari seseorang bernama Hari Mulyono.
Sigit pun membantah isu tersebut. Ia menjelaskan, Hari Mulyono adalah adik ipar Presiden Jokowi yang telah meninggal tahun 2018.
Ia adalah suami dari adik Jokowi bernama Idayati. Hari sendiri memang teman satu angkatan Jokowi. Masuk tahun 1980 dan lulus sama-sama pada tahun 1985.
Tetapi, pihak universitas sama sekali tidak menemukan logika bagaimana mungkin seorang mahasiswa bisa menggunakan data kemahasiswaan mahasiswa lainnya pada waktu belajar yang bersamaan.
"Sudah kami cek, nomor registrasi ijazah Pak Jokowi dan Pak Hari Mulyono itu saja beda. Judul skripsinya juga beda. Nilainya beda. Data-data mereka lengkap ada di kami," papar Sigit.
Sigit menegaskan, pihaknya memiliki dokumen yang cukup lengkap terkait perjalanan akademik Jokowi semasa mengenyam bangku kuliah di UGM. Dokumen-dokumen tersebut kiranya dapat menjadi bukti bahwa Jokowi memang pernah bersekolah di UGM dan lulus dengan wajar.
"Ya kalau bisa, pernyataan saya ini sekaligus untuk menjawab keraguan yang ada di luar sana," ujar Sigit.
Diberitakan sebelumnya, kabar ijazah palsu Jokowi muncul setelah seseorang bernama Bambang Tri Mulyono melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/10/2022).
Bambang yang merupakan penulis buku "Jokowi Undercover" menggugat Jokowi ihwal dugaan menggunakan ijazah palsu saat mengikuti Pilpres 2019.
Gugatan itu terdaftar dalam perkara Nomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum (PMH).
Kini, gugatan itu sudah masuk ke tahap persidangan. Penggugat meminta agar Jokowi dinyatakan telah membuat keterangan tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.
Penggugat juga meminta agar Jokowi dinyatakan melakukan PMH karena menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu sebagai kelengkapan syarat pencalonannya sesuai aturan KPU.
Belakangan, Bambang Tri ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian berdasarkan SARA dan atau penistaan agama.
Dalam kasus yang sama, polisi juga menetapkan Sugik Nur sebagai tersangka. Pentersangkaan keduanya merujuk pada video yang diunggah Sugik Nur di channel Youtube-nya, Gus Nur 13 Official.[zbr]