WahanaInfrastruktur.com | PT PLN (Persero) menggunakan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk melistriki kawasan 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal) di pulau Flores melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko berkapasitas 2 x 20 megawatt (MW).
"Ini adalah bukti kehadiran negara untuk menghadirkan listrik hingga ke seluruh pelosok nusantara, sekaligus mengembangkan energi baru terbarukan berbasis potensi sumber daya setempat," ucap ucap General Manager PLN Unit Induk Pembangunan Nusa Tenggara Wahidin.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Hingga Oktober 2022, rasio elektrifikasi di Pulau Flores masih berada di angka 95,67. PLN menargetkan rasio elektrifikasi akan mencapai 100 persen di Flores pada tahun 2025.
Tidak hanya untuk melistriki daerah terpencil, listrik dari PLTP Mataloko ini juga dapat mendukung pengembangan pariwisata di pulau Flores.
"Kita tahu bahwa sistem Flores juga melistriki salah satu kawasan wisata prioritas yaitu Labuan Bajo. Dengan bertambahnya pasokan listrik, tentu akan mendukung pengembangan pariwisata. Apalagi sumbernya berasal dari energi bersih.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan demikian, ini akan memberikan _multiplier effect_ pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi," tambah Wahidin.
Lebih rinci Wahidin mengatakan, dana PMN dari pemerintah digunakan untuk membebaskan lahan seluas 10,8 hektar (Ha) untuk penambahan empat lokasi _wellpad_ dan satu bidang untuk _laydown area_ PLTP yang berlokasi di Kabupaten Ngada.
_Wellpad_ adalah lokasi yang diperuntukan untuk melakukan eksplorasi dan menjadi lokasi penempatan komponen utama dalam proyek pengembangan panas bumi. Sementara, _laydown_ area merupakan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat penempatan material dan peralatan yang dibutuhkan selama proses konstruksi.
Lebih lanjut, Wahidin menekankan dalam proses survei, sosialisasi, identifikasi, penilaian, hingga pengumuman pembebasan lahan untuk PLTP Mataloko telah dijalankan PLN sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, PLN juga bermusyawarah dan menyampaikan nilai penggantian kepada warga secara terbuka sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Kami bersyukur proses yang berlangsung aman dan lancar. Masyarakat menerima penggantian atas lahan mereka dengan baik karena segala proses berlangsung transparan dan diawasi langsung oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” kata Wahidin.
Wahidin mengakui keberhasilan pembebasan lahan PLTP Mataloko yang bersumber dari anggaran PMN ini berkat adanya dukungan dan kolaborasi dari segenap _stakeholder_ terkait, mulai dari pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta aparat penegak hukum yang mengawasi segala proses dari awal.
“Terima kasih kepada seluruh _stakeholder_ yang terlibat dan berkolaborasi bersama kami untuk merealisasikan energi hijau di bumi Flores. Upaya ini sejalan dengan komitmen pemerintah, bahwa agenda penanganan perubahan iklim merupakan agenda prioritas nasional," pungkasnya.
Setelah dilakukan pembebasan lahan, selanjutnya PLN akan melanjutkan proyek ini ke proses konstruksi. Sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLTP Mataloko ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2025. [JP]