WahanaInfrastruktur.com | Peran aktif stakeholder sangat diperlukan dalam menopang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) seiring dampak pandemi Covid-19 yang menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan pentingnya dukungan dari segenap pemangku kepentingan di bidang perumahan, baik asosiasi pengembang, sektor swasta, perbankan dan masyarakat untuk turut membangun sektor properti.
Baca Juga:
MPR RI Bakal Kaji Ulang Pasal TAP MPR Terkait Soeharto dan Gus Dur
"Pemulihan ekonomi nasional memerlukan komitmen dari semua stakeholder untuk mendukung inovasi kebijakan yang dibuat pemerintah dalam rangka meningkatkan supply dan demand perumahan di Indonesia. Apalagi sektor properti merupakan salah satu lokomotif perekonomian dan memiliki efek berganda yang besar dalam menggerakan sektor lainnya, sehingga juga akan mempengaruhi produktivitas masyarakat," ujar Bamsoet dalam sambutan secara virtual di Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) di Jakarta, Rabu (27/7/22).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, peran aktif asosiasi pengembang, swasta, serta perbankan sangatlah penting, mengingat dana APBN untuk perumahan juga sangat terbatas. Sehingga, belum mampu menyelesaikan seluruh kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
"Merujuk pada APBN tahun 2022, total anggaran perumahan sebesar Rp 33,2 triliun. Dimana sekitar Rp 28,2 triliun diperuntukkan bagi program pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah yang dialokasikan untuk program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, dan subsidi bantuan uang muka," kata Bamsoet.
Baca Juga:
Bamsoet: Kabinet Zaken Jadi Solusi Hadapi Krisis Ekonomi Global
Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, jika dipersentasikan, pembangunan perumahan melalui intervensi langsung pemerintah, hanya akan memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan perumahan. Sekitar 40 persen dari sektor swasta, dan 40 persen sisanya belum terpenuhi dan menjadi backlog perumahan.
"Pada tahun 2015 yang lalu, pemerintah telah mencanangkan Program Sejuta Rumah sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan. Dari tahun 2015 hingga tahun 2021, realisasi Program Sejuta Rumah telah mencapai 6,87 juta unit rumah. Namun angka ini belum sepenuhnya mampu menekan angka backlog perumahan," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum SOKSi ini menambahkan, data Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2020 mencatat angka backlog perumahan mencapai 12,75 juta. Ironisnya, angka ini setiap tahun selalu bertambah, di tengah pertumbuhan keluarga baru yang mencapai 700 ribu hingga 800 ribu per tahun. Kondisi tersebut semakin diperburuk oleh tingginya
angka urbanisasi.
"Saat ini, sekitar 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Diperkirakan, pada tahun 2035, angka ini akan meningkat menjadi sekitar 66,6 persen, yang tentunya juga berdampak pada kebutuhan tempat tinggal. Jika tidak dikelola dengan baik, dapat dipastikan bahwa backlog perumahan akan semakin meroket, dan tentunya akan lebih sulit diatasi," pungkas Bamsoet. [JP]