Krtnews.id | Penerbangan internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar kembali dibuka pada Kamis (4/2/2022), ditandai dengan mendaratnya pesawat Garuda Indonesia dari Jepang.
Sejumlah pihak pelaku pariwisata menyambut hal ini dengan positif.
Baca Juga:
Garuda Indonesia Tambah 3 Rute Penerbangan Internasional, Ini Jadwal dan Rutenya
Setelah beberapa bulan sepi oleh kehadiran wisatawan mancanegara, pelaku industri pariwisata seolah mendapat angin segar dari diterapkannya kebijakan tersebut.
Hal itu disampaikan Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Badung, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya.
"Kami tentu sangat apresiasi dan mendukung pemerintah untuk membuka kembali perjalanan internasional, khususnya ke Bali karena sesuai harapan kami yang sering menyampaikan aspirasi kepada pemerintah pusat," kata dia, Jumat (4/2/2022).
Baca Juga:
Direncanakan Akhir Tahun Bandara KNIA Buka Tujuh Rute Penerbangan Internasional ke Asia Selatan
Senada dengan Ketua PHRI Badung, kelompok Asita (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies) Bali juga menyambut baik kabar ini.
"Asita sangat menyambut baik re-opening border internasional ini. Berbagai kemudahanan seperti regulasi visa dipermudah dan karantina pakai bubble, ini merupakan sesuatu yang menarik wisatawan untuk berlibur ke Bali," ujar Ketua ASITA Bali, I Putu Winastra.
Persiapan pelaku industri pariwisata di Bali
Menyambut wisatawan mancanegara yang kembali datang saat situasi pandemi, para pelaku industri pariwisata juga telah mempersiapkan diri.
"Kami sudah sangat siap. Paket-paket promosi dan perjalanan wisata sudah kita buat. Cuma karena di awal ada kebijakan lima hotel untuk bubble, kami menyesuaikan," tutur Winastra.
Ia melanjutkan, pada lima hari pertama pihaknya akan memakai hotel yang ditetapkan pemerintah, baru kemudian menawarkan paket-paket yang anggota Asita miliki yang sudah tersertifikasi CHSE.
Pelaku pariwisata yang tergabung sebagai anggota Asita juga selalu diperingatkan untuk terus menerapkan protokol kesehatan.
Tak jauh berbeda, pihak PHRI mengatakan bahwa mereka siap menerima wisatawan mancanegara dengan protokol kesehatan ketat.
"Kami menyiapkan 62 hotel bersertifikasi CHSE untuk karantina. Sekarang kan lima hari, hari keempat mereka harus swab PCR lagi. Kalau negatif, baru boleh bepergian ke tempat lain," jelas Rai.
Tak hanya itu, mereka juga melakukan kerja sama dengan pihak ketiga, di antaranya rumah sakit dan satgas provinsi, sehingga persiapan dinilai sudah cukup matang.
Bahkan untuk rencana mitigasi, Rai menambahkan bahwa Pemerintah Bali telah menyiapkan 60 rumah sakit dan 25 tempat untuk tes swab.
Menurutnya, pembukaan penerbangan internasional kali ini dapat menjadi sarana latihan yang tepat menjelang pelaksanaan G20 mendatang.
"Saat ini momentum untuk uji coba. Apalagi nanti menjelang G20, biar kita bisa lebih siap," ujar dia.
Kasus Omicron dan kebijakan penerbangan internasional
Kendati varian Omicron sedang meningkat di Indonesia, keduanya optimis bahwa Bali bersedia menjalankan protokol kesehatan secara disiplin.
"Karena Bali sudah sangat siap, khususnya terkait karantina. Ada 62 hotel kami siapkan yang sudah tersertifikasi CHSE," tutur Rai.
Menurut dia, Bali juga sudah siap dari segi vaksin. Pemberian vaksin pertama 103 persen, vaksin kedua mencapai 95 persen. Kemudian vaksin ketiga sudah mulai dan diprioritaskan kepada orang-orang pelaku pariwisata.
"Omicron sedang meningkat, ini memang sudah diprediksi. Tapi di Bali fatality rate-nya sangat kecil. Hanya satu orang, itu karena ada komorbid. Herd immunity juga sudah terbentuk," tutur Rai.
Menurut dia, Bali merupakan provinsi yang sektor pariwisatanya terdampak paling parah selama pandemi, dibanding provinsi-provinsi lain. Kebijakan penerbangan internasional dianggap menjadi kabar baik yang mampu mendorong pertumbuhan positif.
“Sebelumnya, kami berterima kasih karena Bali mengalami peningkatan setelah dibantu kedatangan wisatawan domestik, dan memberikan kontribusi percepatan pemulihan di Bali," ujar Rai.
Sementara itu, Winastra dari Asita menyatakan bahwa pembukaan awal ini dapat mendorong aturan-aturan bagi negara lainnya.
"Pembukaan ini memberikan optimisme bagi pelaku pariwisata Bali. Kalau di Asita, kami mempunyai target market yang musimnya berbeda-beda. Misalnya Eropa, mereka biasanya baru mulai bepergian di musim panas, artinya Juni, Juli, Agustus, Desember," tutur dia
Ia berharap pada puncak liburan musim panas tersebut, regulasi karantina dan sebagainya sudah tidak ada.
Tak hanya itu, sebagai pihak pelaku pariwisata yang mendukung pergerakan roda ekonomi kembali berjalan, ada komitmen penuh untuk taat peraturan.
"Kami dari pelaku pariwisata siap dan berkomitmen. We will take part in responsibility, in case ada cluster baru. Kalau ada pelanggaran misalnya, ya kami siap untuk di-lockdown hotelnya. Ini komitmen dan integritas kami," tukas Rai. . [jat]