Forjasida.id | Pemerintah proyeksikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan commercial operation date (COD) pertama kali pada 2049. Ditargetkan, total kapasitas PLTN mencapai 35 gigawatt (GW).
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Chrisnawan, mengatakan bahwa pengembangan PLTN akan dikembangkan setelah 2035.
Baca Juga:
PLN dan Pemerintah Siapkan PLTN: Energi Andal, Bersih, dan Terjangkau untuk Masa Depan
“Dalam peta jalan transisi energi menuju karbon netral, kami memproyeksikan PLTN pertama mulai COD pada 2049, dan pada 2060 kapasitas PLTN akan mencapai 35 gigawatt (GW),” katanya melansir wahananews.co Minggu (21/11/2021).
Dia menjelaskan, dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021–2030, perusahaan setrum milik negara itu mempertimbangkan dan mengkaji implementasi pembangkit tenaga nuklir di Indonesia.
PLN juga mempertimbangkan potensi penggunaan energi nuklir, terutama ketika cadangan energi fosil telah menipis.
Baca Juga:
Jadikan PLTN Salah Satu Ketahanan Energi Nasional, ALPERKLINAS Apresiasi Institut Teknologi PLN Bentuk Lembaga Nuklir Taraf Internasional GINEST
Beberapa teknologi PLTN yang dikaji yaitu molten salt reactor technology berbentuk pembangkit floating atau terapung.
Pembangkit jenis itu dinilai memiliki tingkat keamanan dan keselamatan operasional yang lebih tinggi. Tujuannya, agar memperbesar potensi penerimaan masyarakat terhadap PLTN.
Hingga kini, pemerintah mencatat sumber daya uranium sebagai salah satu bahan baku pembangkit nuklir yang telah diestimasi di Indonesia mencapai 89.000 ton uranium (tU3O8), dan sumber daya thorium mencapai 143.234 ton (tTh).
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meyakini kandungan uranium sebagai bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir cukup melimpah di Papua.
Plt Kepala Pusat Riset dan Teknologi Bahan Galian Nuklir (PRTBGN) BRIN, Yarianto Sugeng Budi Susilo, mengatakan bahwa kondisi itu berhubungan dengan geografis Papua di masa lalu.
Meski begitu, belum ada eksplorasi lebih dalam untuk membuktikan potensi ini.
“Yang paling besar memang di Australia, ini mungkin karena kita punya sejarah Australia dengan Papua ini dulunya satu. Saya kira di Papua juga kaya [uranium],” katanya, saat webinar Jumat (12/9/2021). (JP)