Forjasida.id | Komunitas Peduli Konsumen Meikarta mengadukan perusahaan properti PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) ke pemerintah karena persoalan gagal serah terima unit apartemen.
Melansir detikcom, pengaduan ini dilayangkan ke DPR pada 23 Juni, dilanjutkan dengan pengaduan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Juni lalu.
Baca Juga:
Buka Layanan di Meikarta, Imigrasi Bekasi Siap Layani 2000 Pemohon Paspor Kolektif Selama Sepekan
Langkah ini diambil lantaran pihak konsumen merasa PT MSU selaku pemilik mega proyek Apartemen Meikarta, terindikasi tidak punya itikad baik untuk membangun apartemen, mengembalikan dana para pembeli, atau membayar kompensasi atas kerugian yang diderita konsumen sehubungan dengan pembelian/pemesanan apartemen tersebut.
Ketua Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta, Aep Mulyana menjelaskan, surat mereka ke DPR berisi permintaan/permohonan agar wakil rakyat membantu korban Meikarta untuk memperoleh hak-haknya sebagai konsumen yang selama ini terabaikan dan seolah-olah dipermainkan PT MSU.
"Kami anggota komunitas ingin memperjuangkan hak-hak kami dalam mendapatkan kembali dana pembelian apartemen Meikarta tersebut karena unit yang kami beli baik melalui cash keras, cash bertahap, serta pembiayaan oleh lembaga pembiayaan (bank) sudah tidak mendapatkan kepastian dan kejelasan, apakah akan dibangun atau tidak," ujar Aep dalam keterangan resminya, Jumat (12/08/2022).
Baca Juga:
Hak 131 Konsumen Meikarta yang ke DPR Terpenuhi
Bahkan, Aep mengungkapkan, progres pembangunan apartemen Meikarta sama sekali belum terlihat hingga saat ini. Oleh sebab itu, pihaknya berupaya melakukan berbagai langkah ringan kepada pengembang.
"Namun belum mendapatkan hasil sesuai yang kami harapkan, maka dari itu Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta mencoba melakukan upaya salah satunya dengan mengadukan permasalahan kami ke DPR, dengan tujuan para konsumen apartemen Meikarta mendapatkan kembali hak-haknya," tuturnya.
Sementara itu, di antara 100 orang pembeli apartemen yang tergabung dalam komunitas tersebut, belum ada seorang pun yang telah melakukan serah terima. Bahkan, pada 26 November lalu, para anggota komunitas pernah mendatangi lokasi proyek dan menyaksikan sendiri sebagian besar area Apartemen Meikarta masih berupa tanah kosong dan bangunan belum jadi.
Sebagai informasi, mega proyek Meikarta terdiri dari Distrik 1, Distrik 2, dan Distrik 3. Anggota Perkumpulan ini pun terdiri dari konsumen yang membeli unit di antara ketiga distrik tersebut dan belum sama sekali menerima unit apartemen yang mereka beli.
Di sisi lain, sesuai P3U (Penegasan dan persetujuan Pemesanan Unit) atau Konfirmasi Pesanan yang telah ditandatangani Pemesan dan Penerima Pesanan, PT MSU seharusnya melakukan serah terima unit apartemen pada pertengahan 2019 hingga 2020 kepada konsumen.
Namun, ketika dihubungi melalui telepon, perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Lippo ini meminta konsumen menunggu grace period selama enam bulan, yang sebelumnya tidak ada dalam perjanjian awal. Istilah grace period ini tidak pernah ada dalam perjanjian jual beli.
Lebih lanjut, grace period tersebut kemudian berkembang menjadi 18 bulan dan konsumen Meikarta tetap menunggu tanpa kepastian. Setelah grace period berakhir, Konsumen Meikarta kembali menanyakan kepada PT MSU.
"Kami melakukan pengecekan langsung ke lokasi dan kenyataannya, sebagian besar masih berupa tanah kosong atau berupa bangunan yang belum selesai sebagaimana peruntukannya. Sebagian dari kami dihubungi dan ditawarkan untuk relokasi dengan menambah harga yang nyaris sama dengan satu unit baru. Sebagian besar dari kami tidak mau menerima, karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal," tambahnya.
Meski sebagian besar konsumen menolak relokasi dengan adanya tambahan biaya, namun ada juga pembeli/Pemesan yang akhirnya setuju karena ingin dapat segera serah terima unit. Akan tetapi, para pembeli itu justru kekecewaan karena meskipun sudah relokasi dengan penambahan biaya, sebagian besar masih belum terealisasi.
"Itu patut diduga hanya alasan PT MSU agar perjanjian lama dengan konsumen dapat dibatalkan dan selanjutnya menggunakan perjanjian baru yang akan merugikan konsumen. Misalnya, grace period menjadi 12-18 bulan dan penalti keterlambatan turun dari 1% menjadi 0,5% per bulan. Tapi sampai saat ini, konsumen tidak pernah menerima kompensasi dari penalti keterlambatan yang seharusnya dibayar PT MSU kepada Konsumen pemesan Unit," ungkap Aep.
Lebih lanjut, dalam surat perjanjian jual beli antara konsumen dan PT MSU, disebutkan bahwa jika PT MSU belum melakukan serah terima unit apartemen kepada konsumen sesuai jadwal yang dijanjikan perusahaan, maka PT MSU/penerima pesanan wajib membayar kompensasi penalti keterlambatan sebesar 1% dari harga unit yang dibeli kepada Konsumen/Penerima Pesanan.
Tak berhenti sampai di situ, dalam kompensasi penalti keterlambatan, PT MSU menetapkan progres pembangunan sepihak dengan menyatakan bahwa progres pembangunan telah lebih dari 60%. Padahal kondisi aktual lokasi, sebagian besar masih merupakan tanah proyek masih kosong.
"Soal kompensasi, PT MSU mengatakan rencana dibayarkan pada saat BAST (Berita Acara Serah Terima), yang berarti kami tidak dapat kompensasi penalti keterlambatan itu secara langsung sesuai perjanjian awal. Sementara unit yang kami beli belum dibangun sampai sekarang," tuturnya.
Atas persoalan ini, Aep menyampaikan, sejumlah konsumen melaporkan kasusnya ke Polres Bekasi, yang di antaranya telah sampai ke Pengadilan Negeri Cikarang, untuk meminta kembali uang pembelian apartemen. Ditambah lagi, PT MSU saat ini memiliki homologasi (pengesahan) dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang terindikasi dijadikan Perisai dan membuat konsumen merasa semakin diperlakukan dengan tidak adil.
Dalam homologasi itu, terlihat banyak ketentuan yang menguntungkan PT MSU, seperti pengurangan denda atau keterlambatan menjadi 0,5% dan maksimal hanya 5%, serah terima unit sampai tujuh tahun, dan opsi pengembalian dana lebih dari tujuh tahun tanpa kompensasi pertambahan nilai atau bunga, serta tidak ada kepastian tanggal, bulan, dan tahun serah terima.
"PT MSU sepertinya tidak punya itikad baik untuk mengembalikan dana kami. Pada saat melakukan proses PKPU pun, konsumen tidak diberitahu secara personal, baik lewat telepon maupun surel, sehingga tidak semua konsumen apartemen Meikarta yang bisa ikut memberikan hak suaranya, karena tidak tahu proses PKPU. Kami merasa hak kami sangat dilanggar, terabaikan, dan tertindas," tandasnya. [JP]